Apakah Bersentuhan dengan istri Membatalkan wudhu?

Apakah Bersentuhan dengan istri Membatalkan wudhu?

Meskii demikian, Buya Yahya membolehkan jika ada orang yang pernah diajari mazhab Maliki atau Hanafi menyatakan suami istri bersentuhan tidak membatalkan wudhu.

Apakah wudhu batal jika bersentuhan dengan bukan muhrim?

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa wudhu dapat batal jika bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahram. Setelah ditelusuri hukum yang menyatakan wudhu batal jika bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahram berasal dari madzhab Syafi’i.

Apakah membatalkan wudhu jika suami istri bersentuhan?

Kali ini soal hukum menyentuh istri atau suami setelah wudhu. Bersentuhan kulit antara suami dan istri tidak membatalkan Wudhu. Persentuhan kulit suami‑istri bukanlah termasuk kategori yang disebutkan dalam ayat mengenai batalnya Wudhu pada Qs. Al‑Nisa/4: 34.

Apakah bersentuhan kulit dengan adik laki-laki dapat membatalkan wudhu?

Tidak batal wudu seorang laki-laki yang bersentuhan kulit dengan sesama laki-laki atau seorang perempuan dengan sesama perempuan. Juga tidak membatalkan wudu persentuhan kulit seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang menjadi mahromnya.

Apakah hukum suami-istri bersentuhan?

Redaksi Bahtsul Masail NU Online yang baik, saya mau bertanya tentang hukum suami-istri bersentuhan. Apakah ada imam yang menyatakan tidak membatalkan wudhu? Dan bagaimana hukum/kaifiyahnya apabila kita mengikuti pendapat imam tersebut? Terima kasih atas penjelasannya. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Miftahul Jinan)

Apakah wajib berwudhu karena mencium istri?

Artinya, “Tidaklah wajib berwudhu karena mencium istri atau menyentuhnya baik dengan syahwat atau tidak misalnya. Ini adalah pendapat Sayyidina Ali Ra dan Ibnu Abbas Ra. Menurut Imam Syafi’i, wajib wudhu. Ini adalah pendapat Sayyidina Umar Ra dan Ibnu Mas’ud.

Bagaimana wanita membatalkan wudhu?

Pendapat Pertama: Menyentuh wanita membatalkan wudhu secara mutlak baik dengan syahwat atau tidak, tetapi kalau ada pembatasnya seperti kain, maka tidak membatalkan wudhu. Pendapat ini populer dalam madzhab Syafi’i.